Rabu, 30 April 2014

DESKRIPSI IBU R.A KARTINI

SOSOK IBU R.A KARTINI




Biografi R.A Kartini - Raden Ajeng Kartini lahir pada 21 April tahun 1879 di kota Jepara, Jawa Tengah. Ia anak salah seorang bangsawan yang masih sangat taat pada adat istiadat. Setelah lulus dari Sekolah Dasar ia tidak diperbolehkan melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi oleh orangtuanya. Ia dipingit sambil menunggu waktu untuk dinikahkan. Kartini kecil sangat sedih dengan hal tersebut, ia ingin menentang tapi tak berani karena takut dianggap anak durhaka. Untuk menghilangkan kesedihannya, ia mengumpulkan buku-buku pelajaran dan buku ilmu pengetahuan lainnya yang kemudian dibacanya di taman rumah dengan ditemani Simbok (pembantunya).

Akhirnya membaca menjadi kegemarannya, tiada hari tanpa membaca. Semua buku, termasuk surat kabar dibacanya. Kalau ada kesulitan dalam memahami buku-buku dan surat kabar yang dibacanya, ia selalu menanyakan kepada Bapaknya. Melalui buku inilah, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir wanita Eropa (Belanda, yang waktu itu masih menjajah Indonesia). Timbul keinginannya untuk memajukan wanita Indonesia. Wanita tidak hanya didapur tetapi juga harus mempunyai ilmu. Ia memulai dengan mengumpulkan teman-teman wanitanya untuk diajarkan tulis menulis dan ilmu pengetahuan lainnya. Ditengah kesibukannya ia tidak berhenti membaca dan juga menulis surat dengan teman-temannya yang berada di negeri Belanda. Tak berapa lama ia menulis surat pada Mr.J.H Abendanon. Ia memohon diberikan beasiswa untuk belajar di negeri Belanda.

Beasiswa yang didapatkannya tidak sempat dimanfaatkan Kartini karena ia dinikahkan oleh orang tuanya dengan Raden Adipati Joyodiningrat. Setelah menikah ia ikut suaminya ke daerah Rembang. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka. Ketenarannya tidak membuat Kartini menjadi sombong, ia tetap santun, menghormati keluarga dan siapa saja, tidak membedakan antara yang miskin dan kaya.

Anak pertama dan sekaligus terakhirnya, Soesalit Djojoadhiningrat, lahir pada tanggal 13 September 1904. Beberapa hari kemudian, 17 September 1904, Kartini meninggal pada usia 25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.. Berkat kegigihannya Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis. Setelah Kartini wafat, Mr.J.H Abendanon memngumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada para teman-temannya di Eropa. Buku itu diberi judul “DOOR DUISTERNIS TOT LICHT” yang artinya “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Saat ini mudah-mudahan di Indonesia akan terlahir kembali Kartini-kartini lain yang mau berjuang demi kepentingan orang banyak. Di era Kartini, akhir abad 19 sampai awal abad 20, wanita-wanita negeri ini belum memperoleh kebebasan dalam berbagai hal. Mereka belum diijinkan untuk memperoleh pendidikan yang
tinggi seperti pria bahkan belum diijinkan menentukan jodoh/suami sendiri, dan lain sebagainya.

Kartini yang merasa tidak bebas menentukan pilihan bahkan merasa tidak mempunyai pilihan sama sekali karena dilahirkan sebagai seorang wanita, juga selalu diperlakukan beda dengan saudara maupun teman-temannya yang pria, serta perasaan iri dengan kebebasan wanita-wanita Belanda, akhirnya menumbuhkan keinginan dan tekad di hatinya untuk mengubah kebiasan kurang baik itu. Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini. Belakangan ini, penetapan tanggal kelahiran Kartini sebagai hari besar agak diperdebatkan. Dengan berbagai argumentasi, masing-masing pihak memberikan pendapat masing-masing. Masyarakat yang tidak begitu menyetujui, ada yang hanya tidak merayakan Hari Kartini namun merayakannya sekaligus dengan Hari Ibu pada tanggal 22 Desember.

Alasan mereka adalah agar tidak pilih kasih dengan pahlawan-pahlawan wanita Indonesia lainnya. Namun yang lebih ekstrim mengatakan, masih ada pahlawan wanita lain yang lebih hebat daripada RA Kartini. Menurut mereka, wilayah perjuangan Kartini itu hanyalah di Jepara dan Rembang saja, Kartini juga tidak pernah memanggul senjata melawan penjajah. Dan berbagai alasan lainnya. Sedangkan mereka yang pro malah mengatakan Kartini tidak hanya seorang tokoh emansipasi wanita yang mengangkat derajat kaum wanita Indonesia saja melainkan adalah tokoh nasional artinya, dengan ide dan gagasan pembaruannya tersebut dia telah berjuang untuk kepentingan bangsanya. Cara pikirnya sudah dalam skop nasional. Sekalipun Sumpah Pemuda belum dicetuskan waktu itu, tapi pikiran-pikirannya tidak terbatas pada daerah kelahiranya atau tanah Jawa saja. Kartini sudah mencapai kedewasaan berpikir nasional sehingga nasionalismenya sudah seperti yang dicetuskan oleh Sumpah Pemuda 1928.

Terlepas dari pro kontra tersebut, dalam sejarah bangsa ini kita banyak mengenal nama-nama pahlawan wanita kita seperti Cut Nya’ Dhien, Cut Mutiah, Nyi. Ageng Serang, Dewi Sartika, Nyi Ahmad Dahlan, Ny. Walandouw Maramis, Christina Martha Tiahohu, dan lainnya. Mereka berjuang di daerah, pada waktu, dan dengan cara yang berbeda. Ada yang berjuang di Aceh, Jawa, Maluku, Menado dan lainnya. Ada yang berjuang pada zaman penjajahan Belanda, pada zaman penjajahan Jepang, atau setelah kemerdekaan. Ada yang berjuang dengan mengangkat senjata, ada yang melalui pendidikan, ada yang melalui organisasi maupun cara lainnya. Mereka semua adalah pejuang-pejuang bangsa, pahlawan-pahlawan bangsa yang patut kita hormati dan teladani.

Raden Ajeng Kartini sendiri adalah pahlawan yang mengambil tempat tersendiri di hati kita dengan segala cita-cita, tekad, dan perbuatannya. Ide-ide besarnya telah mampu menggerakkan dan mengilhami perjuangan kaumnya dari kebodohan yang tidak disadari pada masa lalu. Dengan keberanian dan pengorbanan yang tulus, dia mampu menggugah kaumnya dari belenggu diskriminasi. Bagi wanita sendiri, dengan upaya awalnya itu kini kaum wanita di negeri ini telah menikmati apa yang disebut persamaan hak tersebut. Perjuangan memang belum berakhir, di era globalisasi ini masih banyak dirasakan penindasan dan perlakuan tidak adil terhadap perempuan.

Selasa, 29 April 2014

NOVEL (MALAM KARNAVAL BERDARAH) beserta RESENSI



 Malam Karnaval Berdarah

Oleh Lexie Xu



  • Judul Buku : Malam Karnaval Berdarah
  • Sampul Buku : Hitam
  • Pengarang : LEXIE XU
  • Penerbit : GRAMEDIA PUSTAKA UTM
  • Harga : Rp. 75.000
  • Terbit : 6 Februari 2014
  • Ukuran : 13.5 x 20
  • Tebal : 400 halaman
  • Cover : Softcover
RESENSI
Setelah Johan Series yang sukses, Lexie Xu hadir kembali dengan Omen Series, dan buku yang akan dibahas adalah buku terbaru dari Omen Series, yaitu buku ke-4 berjudul Malam Karnaval Berdarah. Lexie Xu adalah penulis yang sangat produktif dengan jarak terbit antar buku karyanya yang tidak terpaut jauh. Bukan berarti kualitas ceritanya jelek—tentu saja. Sejak Obsesi diterbitkan, saya sudah menobatkan diri sebagai salah seorang dari Lexsychopaths—nama fans club Lexie Xu. Setiap ada novel yang memejeng nama Lexie Xu di depan kover, tanpa baca sinopsis, sudah saya sambar saja dari rak. Untuk kali ini, saya merasa kecewa dengan eksekusi dari Malam Karnaval Berdarah. Jika dibandingkan dengan kakak-kakaknya, memang Malam Karnaval Berdarah yang paling lemah—namun, sekali lagi, bukan berarti jelek, cukup memuaskan malahan. Namun, saya berekspetasi lebih dari apa yang disajikan. Masih terlalu dini untuk menghakimi, karena Omen Series akan berakhir hingga buku ke-7. Well, let’s see.


Malam Karnaval Berdarah kali ini tidak menggunakan point of view dari Erika maupun Valeria, tetapi Rima “Sadako” Hujan dan love interest-nya Daniel Yusman—yang tentunya memberi warna baru terhadap jalannya seri thriller ini. Sesuai dengan judulnya, cerita berawal dengan rencana karyawisata yang akan dilakukan pada tahun ajaran baru untuk pertama kalinya. Memegang jabatan sebagai Ketua OSIS yang baru, Rima tentu saja kebagian untuk mengurus hal ini—dengan Daniel bercokol sebagai Wakil Ketua OSIS. Saat rapat berlangsung, Rima mengajukan usul untuk mengadakan karnaval saja—yang disambut patuh oleh anggota OSIS lainnya. Sayangnya, belum apa-apa, Putri Badai, Hakim Tertinggi The Judges, menerima surat ancaman dari kelompok yang menamai diri sebagai Kelompok Radikal Anti-Judges dengan inti bahwa susunan keanggotaan OSIS harus di-vote ulang karena disinyalir adanya manipulasi suara. Jika tidak, maka sesuatu akan terjadi ketika malam karnaval berlangsung. Persiapan demi persiapan dilakukan Rima—beserta Daniel—meskipun Rima lebih banyak bekerja sendiri. Sampai pada hari-H. Semua sudah dipersiapkan dengan baik. Wahana-wahana yang disediakan juga sudah di-cek dan dioperasikan sebelum karnaval dibuka. Di tengah-tengah karnaval yang sedang meriah dan ramai, sebuah teriakan kencang terdengar dari toilet umum wanita. Satu korban. Korban ditemukan pingsan dengan wajah dirias seperti badut. Tomat ditemplokkan di hidung. Tidak hanya sampai di situ, tubuh korban juga disayat-sayat dengan kejam. Rima mulai khawatir akan terwujudnya ancaman dari Kelompok Radikal Anti-Judges itu. Dengan waktu yang terus berjalan, Rima, Daniel, Putri, beserta konco-konconya berpacu melawan waktu untuk menguak siapa pelaku perbuatan jahanam itu—sementara konflik-konflik lainnya makin mencuat ke permukaan.

Seru sekali mengikuti penyelidikan kasus keempat yang penuh tanda tanya dan petunjuk yang menjebak. Sayangnya, hal itu baru terjadi saat cerita mulai memasuki pembukaan karnaval. Bagian sebelum pembukaan karnaval terkesan diulur dalam mengembangkan kisah romantis antara Rima dan Daniel. Untung di tengah kisah romantis Rima dan Daniel, mulai ditebar misteri-misteri pembuka. Harus diakui, penggunaan sudut pandang yang dibebankan kepada Rima dan Daniel memberikan warna tersendiri. Kita menjadi tahu jauh lebih dalam seluk-beluk cara pemikiran dan kepribadian dari Rima yang unik. Dan juga sisi lain dari Daniel yang kocak, terkadang menyebalkan, sekaligus romantis dan bertanggung jawab. Sayangnya, saya kadang tidak mampu membedakan saya sedang membaca narasi dari Rima atau Daniel. Di bagian awal, saya dapat membedakannya. Namun, semakin lama, saya mulai tidak dapat membedakannya. Saya masih ingat di Teror, novel pamungkas dari Johan Series, dengan begitu banyaknya karakter yang ikut bercerita, Lexie Xu berhasil memberikan ciri khusus tersendiri dalam setiap narasi tokoh yang ada. Tidak seperti novel-novel Omen Series sebelumnya yang membuat saya terpingkal-pingkal dengan narasi dari Erika dengan kepribadiannya yang blak-blakan dan nyeleneh, serta membuat cerita menjadi “penuh”, saya tidak merasakan itu dalam Malam Karnaval Berdarah. Flat. Mungkin itu kata yang tepat. Peralihan sudut pandang dari Erika dan Valeria ke Rima dan Daniel sebenarnya bukan tindakan yang salah. Hanya saja, jika ditilik lebih dalam, kepribadian Rima dan Daniel tidak terlalu jauh berbeda, sehingga tidak terdapat kesan “berbeda”-nya.

Kasus yang menjadi fokus utama pun tidak seseru dan semenegangkan dari 3 pendahulunya. Namun, Lexie Xu kembali—dan selalu—berhasil menyajikan cerita thriller yang membangkitkan rasa penasaran untuk segera membalik halaman hingga halaman terakhir untuk mengetahui siapa pelakunya. Konflik-konflik internal yang muncul juga makin menyemarakkan cerita—dengan twist-twist yang sama sekali tak terduga yang ikutan nongol. Ditambah dengan kehadiran Ajun Inspektur Lukas dengan sosok polisi tegas nan jenaka. Satu lagi, pesan moral yang terkandung dalam cerita yang selalu saya temukan dalam setiap novel Lexie Xu. Jangan lupakan juga kisah romantis antara Rima dan Daniel yang so sweet dan membuat kita ber-ooooohhhhh sekaligus mencak-mencak dan geregetan sendiri.

Suasana yang memacu adrenalin hanya saya rasakan sedikit di sini. Saya masih menjadi penggemar berat dari kekerasan dan pertarungan yang disajikan dalam Omen #1 yang berhasil membuat saya melebarkan mata dan gigit kuku jari—tangan, tentunya, bukan kaki dong. Namun, terlepas dari kekurangan-kekurangan yang ada dalam Malam Karnaval Berdarah (termasuk juga typo yang jumlahnya tidak terlalu banyak), saya sangat menikmati dan menyukai cerita yang ditawarkan Lexie Xu. Selain Erika Guruh, sepertinya saya juga sudah menjadi penggemar dari Rima Hujan. Aah, sulit sekali untuk tidak menjadi penggemar dari Rima Hujan.

Malam Karnaval Berdarah sejujurnya tidak terlalu mengecewakan dengan cerita yang menguak latar belakang tokoh baru untuk membuat kita bersimpati sekalian sebagai jembatan untuk kisah berikutnya, adegan-adegan romantis antara Rima dan Daniel, dan berhasil membuat saya merasakan perasaan “kosong” setelah menuntaskan buku ini.

Way calmer dan terasa flat di beberapa bab, tetapi proses penyelidikan kasus keempat ini dan rahasia-rahasia apa yang terkuak dalam Malam Karnaval Berdarah dari para tokoh, serta kisah romantis Rima-Daniel tentu sama sekali tak boleh dilewatkan begitu saja. Oh, Omen #5, see you as soon as possible!




Sinopsis
 


Kasus perusakan wajah anggota OSIS SMA Harapan Nusantara di malam karnaval.

Tertuduh: Kelompok Radikal Anti-Judges. Tidak diketahui siapa sebenarnya anggota kelompok yang namanya jelek banget ini, meski kami punya dugaan kuat: Erika Guruh dan Valeria Guntur, dua anggota The Judges yang membelot lantaran tidak menyetujui kebijakan-kebijakan OSIS. Tambahan lagi, mereka berdua adalah kombinasi paling mematikan di sekolah kami yang sanggup melawan Putri Badai si Hakim Tertinggi, yang punya sekutu berupa ketua OSIS yang punya kemampuan misterius dan wakilnya yang berandalan, alias kami berdua.

Fakta-fakta: Putri Badai menerima surat-surat ancaman untuk membubarkan susunan keanggotaan OSIS dengan tuduhan pemungutan suaranya dimanipulasi. Saat Putri menolak menanggapi mereka, kami menemukan mayat binatang diletakkan di ruang OSIS. Lebih parahnya lagi, di acara pertama yang dilakukan oleh OSIS, mereka mulai mengincar anggota-anggota OSIS yang populer. Satu per satu ditemukan dalam kondisi pingsan, dengan tubuh penuh luka dan wajah yang dirusak.

Misi kami: Menemukan pelaku sebenarnya sebelum persahabatan kami hancur untuk selamanya.

Penyidik Kasus,
Rima Hujan & Daniel Yusman

 


KARANGAN ILMIAH, SEMI ILMIAH, DAN NON ILMIAH

Macam-macam Karangan: Ilmiah, Semi Ilmiah, dan Non-Ilmiah



 1. Karangan Ilmiah
Menurut Brotowidjoyo, karangan ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuanyang menyajikan fakta dan ditulis menurut metodologi penulisan yang baik dan benar. Karya ilmiah dapat juga berarti tulisan yang didasari oleh hasil pengamatan, peninjauan, penelitian dalam bidang tertentu, disusun menurut metode tertentu dengan sistematika penulisan yang bersantun bahasa dan isinya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya/ keilmiahannya (Susilo, M. Eko, 1995:11).
Karangan Ilmiah atau yang sering disebut karya ilmiah adalah karangan yang dibuat berdasarkan cara yang sistematis dan memiliki ciri-ciri tertentu. Demikian juga karangan non ilmiah memiliki ciri khasnya tersendiri. Lalu bagaimana membedakan satu sama lainnya, di dalam tulisan ini akan dijelaskan bagaimana membedakan antara semua jenis karangan tersebut.

Hal-hal yang harus ada dalam karya ilmiah antara lain:
1.  Karya tulis ilmiah memuat gagasan ilmiah lewat pikiran dan alur pikiran.
2. Keindahan karya tulis ilmiah terletak pada bangun pikir dengan unsur-unsur yang menyangganya.
3. Alur pikir dituangkan dalam sistematika dan notasi.
4. Karya tulis ilmiah terdiri dari unsur-unsur: kata, angka, tabel, dan gambar,
yang tersusun mendukung alur pikir yang teratur.
5. Karya tulis ilmiah harus mampu mengekspresikan asas-asas yang terkandung
dalam hakikat ilmu dengan mengindahkan kaidah-kaidah kebahasaan.
6. Karya tulis ilmiah terdiri dari serangkaian narasi (penceritaan), eksposisi
(paparan), deskripsi (lukisan) dan argumentasi (alasan).

Ciri – Ciri Karya Ilmiah:
Dalam karya ilmiah ada 4 aspek yang menjadi karakteristik utamanya, yaitu :
a. struktur sajian
Struktur sajian karya ilmiah sangat ketat, biasanya terdiri dari bagian awal (pendahuluan), bagian inti (pokok pembahasan), dan bagian penutup. Bagian awal merupakan pengantar ke bagian inti, sedangkan inti merupakan sajian gagasan pokok yang ingin disampaikan yang dapat terdiri dari beberapa bab atau subtopik. Bagian penutup merupakan simpulan pokok pembahasan serta rekomendasi penulis tentang tindak lanjut gagasan tersebut.
b. komponen dan substansi
Komponen karya ilmiah bervariasi sesuai dengan jenisnya, namun semua karya ilmiah mengandung pendahuluan, bagian inti, penutup, dan daftar pustaka. Artikel ilmiah yang dimuat dalam jurnal mempersyaratkan adanya abstrak.
c. sikap penulis
Sikap penulis dalam karya ilmiah adalah objektif, yang disampaikan dengan menggunakan gaya bahasa impersonal, dengan banyak menggunakan bentuk pasif, tanpa menggunakan kata ganti orang pertama atau kedua.
d. penggunaan bahasa
Bahasa yang digunakan dalam karya ilmiah adalah bahasa baku yang tercermin dari pilihan kata/istilah, dan kalimat-kalimat yang efektif dengan struktur yang baku.

Selain ciri-ciri diatas karangan ilmiah juga mempunyai ciri-ciri, antara lain:
  • Kejelasan. Artinya semua yang dikemukakan tidak samar-samar, pengungkapan maksudnya tepat dan jernih.
  • Kelogisan. Artinya keterangan yang dikemukakan masuk akal.
  • Kelugasan. Artinya pembicaraan langsung pada hal yang pokok.
  • Keobjektifan. Artinya semua keterangan benar-benar aktual, apa adanya.
  • Keseksamaan. Artinya berusaha untuk menghindari diri dari kesalahan atau kehilafan betapapun kecilnya.
  • Kesistematisan. Artinya semua yang dikemukakan disusun menurut urutan yang memperlihatkan kesinambungan.
  • Ketuntasan. Artinya segi masalah dikupas secara mendalam dan selengkap-lengkapnya.
Macam – macam karangan ilmiah:
Ada berbagai macam karangan ilmiah, berikut diantaranya :
  • Laporan penelitian. Laporan yang ditulis berdasarkan penelitian. Misalnya laporan penelitian yang didanai oleh Fakultas dan Universitas, laporan ekskavasi arkeologis yang dibiayai oleh Departemen Kebudayaan, dsb.
  • Skripsi. Tulisan ilmiah untuk mendapatkan gelar akademik sarjana strata satu (Si).
  • Tesis. Tulisan ilmiah untuk mendapatkan gelar akademik strata dua (S2), yaitu Master.
  • Disertasi. Tulisan ilmiah untuk mendapat gelar akademik strata tiga (S3), yaitu Doktor.
  • Surat pembaca. Surat yang berisi kritik dan tanggapan terhadap isi suatu tulisan ilmiah.
  • Laporan kasus. Tulisan mengenai kasus-kasus yang ada yang dilandasi dengan teori.
2. Karangan Semi Ilmiah
Karangan semi Ilmiah adalah karangan ilmu pengatahun yang menyajikan fakta umum dan menurut metodologi panulisan yang baik dan benar, ditulis dengan bahasa konkret, gaya bahasanya formal, kata-katanya tekhnis dan didukung dengan fakta umum yang dapat dibuktikan benar atau tidaknya atau sebuah penulisan yang menyajikan fakta dan fiksi dalam satu tulisan dan penulisannya pun tidak semi-formal tetapi tidak sepenuhnya mengikuti metode ilmiah yang sintesis-analitis karena sering dimasukkan karangan non-ilmiah. Maksud dari karangan non-ilmiah tersebut ialah karena jenis semi ilmiah memang masih banyak digunakan misal dalam komik, anekdot, dongeng, hikayat, novel, roman dan cerpen.

Ciri-ciri karangan semi ilmiah atau ilmiah popular, yaitu :
  • Ditulis berdasarkan fakta pribadi;
  • Fakta yang disimpulkan subjektif;
  • Gaya bahasa formal dan popular;
  • Mementingkan diri penulis;
  • Melebih-lebihkan sesuatu;
  • Usulan-usulan bersifat argumentative; dan Bersifat persuasive.
Jenis karangan semi ilmiah yaitu artikel, editorial, opini, tips, reportase, dan resensi buku. Resensi buku adalah bentuk konbinasi antara uraian, ringkasan, dan kritik objektif terhadap sebuah buku.

3. Karangan Non Ilmiah
Karya non-ilmiah adalah karangan yang menyajikan fakta pribadi tentang pengetahuan dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, bersifat subyektif, tidak didukung fakta umum, dan biasanya menggunakan gaya bahasa yang popular atau biasa digunakan (tidak terlalu formal).

Ciri-ciri Karya Tulis Non-Ilmiah:
  • Ditulis berdasarkan fakta pribadi.
  • Fakta yang disimpulkan subyektif.
  • Gaya bahasa konotatif dan populer.
  • Tidak memuat hipotesis.
  • Penyajian dibarengi dengan sejarah.
  • Bersifat imajinatif.
  • Situasi didramatisir.
  • Bersifat persuasif.
  • Tanpa dukungan bukti.
Jenis-jenis yang termasuk karya non-ilmiah adalah dongeng, cerpen, novel, drama, dan roman.

Perbedaan Karya Ilmiah dengan Non-ilmiah:
Istilah karya ilmiah dan non ilmiah merupakan istilah yang sudah sangat lazim diketahui orang dalam dunia tulis-menulis. Berkaitan dengan istilah ini, ada juga sebagian ahli bahasa menyebutkan karya fiksi dan nonfiksi. Terlepas dari bervariasinya penamaan tersebut, hal yang sangat penting untuk diketahui adalah baik karya ilmiah maupun nonilmiah/fiksi dan nonfiksi atau apa pun namanya, kedua-keduanya memiliki perbedaan yang signifikan.
Perbedaan-perbedaan yang dimaksud dapat dicermati dari beberapa aspek. Pertama, karya ilmiah harus merupakan pembahasan suatu hasil penelitian (faktual objektif). Faktual objektif adalah adanya kesesuaian antara fakta dan objek yang diteliti. Kesesuaian ini harus dibuktikan dengan pengamatan atau empiri. Kedua, karya ilmiah bersifat metodis dan sistematis. Artinya, dalam pembahasan masalah digunakan metode atau cara-cara tertentu dengan langkah-langkah yang teratur dan terkontrol melalui proses pengidentifikasian masalah dan penentuan strategi. Ketiga, dalam pembahasannya, tulisan ilmiah menggunakan ragam bahasa ilmiah. Dengan kata lain, ia ditulis dengan menggunakan kode etik penulisan karya ilmiah. Perbedaan-perbedaan inilah yang dijadikan dasar para ahli bahasa dalam melakukan pengklasifikasian.
Berdasarkan karakteristik karangan ilmiah, semi-ilmiah, dan nonilmiah yang telah disebutkan di atas, yang tergolong dalam karangan ilmiah adalah laporan, makalah, skripsi, tesis, disertasi; yang tergolong karangan semi-ilmiah antara lain artikel,  feature, kritik, esai, resensi; yang tergolong karangan nonilmiah adalah anekdot, dongeng, hikayat, cerpen, cerber, novel, roman, puisi, dan naskah drama.
Karya nonilmiah sangat bervariasi topik dan cara penyajiannya, tetapi isinya tidak didukung fakta umum. Karangan nonilmiah ditulis berdasarkan fakta pribadi, dan umumnya bersifat subyektif. Bahasanya bisa konkret atau abstrak, gaya bahasanya nonformal dan populer, walaupun kadang-kadang juga formal dan teknis. Karya nonilmiah bersifat (1) emotif: kemewahan dan cinta lebih menonjol, tidak sistematis, lebih mencari keuntungan dan sedikit informasi, (2) persuasif: penilaian fakta tanpa bukti. Bujukan untuk meyakinkan pembaca, mempengaruhi sikap cara berfikir pembaca dan cukup informative, (3) deskriptif: pendapat pribadi, sebagian imajinatif dan subjektif, dan (4) jika kritik adakalanya tanpa dukungan bukti.